Rabu, 16 Januari 2013

Implementasi dan Dinamika Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Implementasi Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air 

     Sumberdaya air yang terdapat di Kampung Kuta digunakan dalam dua fungsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk ritual adat. Air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum, masak, MCK (mandi, cuci, kakus), mengairi sawah, kolam ikan, dan memenuhi kebutuhan hewan ternak diambil dari sumber air bersih yang berasal dari empat mata air, yaitu Cibungur, Ciasihan, Cinangka dan Cipanyipuhan. Masyarakat hanya memanfaatkan sumber mata air ini untuk semua kebutuhan hidup sehari-hari dan dilarang untuk menggali sumur sendiri. Pelarangan penggalian sumur ini untuk menjaga kondisi air bawah tanah agar selalu baik, bersih dan untuk menjaga tanah yang kondisinya sangat labil. Pelanggaran pembuatan sumur ini merupakan salah satu budaya pamali yang sangat ditekankan di Kampung Kuta.

     Untuk mengalirkan air dari mata air ke tempat pemandian umum, menggunakan selang plastik/paralon dan bambu ke tempat penampungan atau pemandian umum. Pemandian umum dan jamban terletak di atas kolam ikan sehingga rantai kehidupan berjalan baik. Pemasanganan selang/paralon harus dilakukan dari hulu ke hilir sehingga air dapat mengalir dengan baik. Berdasarkan pernyataan Bapak Krmn diatas, tahap pemasangan selang/paralon yaitu:

1. Melakukan penggalian tanah sekitar lima puluh sentimeter.
2. Memasukkan selang/paralon pada galian tersebut.
3. Menimbun selang/paralon tersebut menggunakan batu atau ijuk. Batu atau ijuk digunakan agar selang   tertahan dan tidak keluar dari galian tersebut.
4. Untuk mengalirkan air, selang/paralon yang digunakan sekitar lima sampai sepuluh lente (satu lente sama dengan empat meter).

     Terdapat empat orang yang sudah menggunakan jet pump (Sanyo) untuk menarik air. Mata air yang ditarik menggunakan Sanyo adalah mata air Cibungur, salah satunya dimanfaatkan oleh Bapak Krmn (Ketua Adat) untuk menarik air ke samping rumahnya dan pemandian umum untuk tamu di dekat Pasanggrahan. Mayoritas masyarakat Kampung Kuta lebih memilih untuk memanfaatkan air yang ada di pemandian umum. Hal ini dikarenakan masyarakat sekitar sudah terbiasa untuk pergi ke pemandian umum meskipun letaknya jauh dari rumah.

    Sumberdaya air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan ritual nyipuh adalah sumber air yang berada di dalam Hutan Keramat. Seseorang yang melakukan nyipuh akan membasuh diri (berwudhu) di kawah/telaga dan Ciasihan yang terdapat di dalam Hutan Keramat. Selain digunakan untuk membasuh diri, air dari kawah danCiasihan boleh dibawa pulang dengan dimasukkan ke dalam botol. Botol yang dibawa diisi air setengah dari kawah dan setengahnya lagi untuk dipenuhi dengan air Ciasihan yang terlewati ketika pulang. Apabila ada air yang tertelan, tidak boleh diludahkan. Harus terus diminum. Sumberdaya air yang terdapat di dalam Hutan Keramat hanya digunakan untuk keperluan ritual nyipuh yang ditemani oleh kuncen.Pengelolaan Hutan Keramat merupakan bagian dari budaya pamali yang memiliki norma-norma dan merupakan suatu bentuk konservasi hutan yang dilakukan hingga saat ini oleh masyarakat Kampung Kuta. Pengelolaan hutan erat kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya air yang ada di dalamnya. Sumberdaya air yang ada di dalam Hutan Keramat tidak dimanfaatkan untuk memenuhi kebuthan masyarakat sehari-hari. Hal ini disebebkan adanya pelarangan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam Hutan Keramat demi kelestarian Hutan Keramat. Adanya Budaya pamali dalam pengelolaan Hutan Keramat yang terbukti menjaga kelstarian ekosistem di dalamnya maka, sumberdaya air yang ada di dalamnya pun terjaga dengan baik.

Dinamika Kearifan Lokal 

     Budaya pamali di Kampung Kuta tidak mengalami perubahan dan peluruhan kearifan lokal. Hal ini dikarenakan masyarakat masih memegang teguh amanah yang disampaikan oleh leluhur mereka dan budaya pamali sudah menjadi landasan bagi kehidupan masyarakat Kampung Kuta. Pergeseran memang terlihat dari ditemukannya dua bangunan rumah tembok di Kampung Kuta. Namun hal ini tidak menjadi alasan dikatakannya perubahan kearifan lokal. Bentuk kearifan lokal dalam budaya pamali ini tetap dipertahankan dan tetap efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat dan alam. Adanya pergeseran aturan pembuatan rumah muncul akibat oleh faktor perpindahan atau masuknya penduduk lain ke Kampung Kuta dan Kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Adanya pergeseran aturan pembuatan rumah merupakan salah satu ancaman terhadap kelestarian kearifan lokal budaya pamali. Selain itu, penggunaan Sanyo juga dapat mengancam kelestarian kearifan lokal yang akan berdampak pada hancurnya kelestarian lingkungan.

    Kearifan lokal budaya pamali diturunkan dari generasi ke generasi, yaitu dari generasi tua ke generasi muda sejak mereka kecil. Moda transfer of knowledge dilakukan dengan lisan/oral melalui cerita-cerita yang disampaikan melalui dongeng. Pendekatan melalui keluarga menjadi bentuk sosialisasi yang efektif untuk kelanggengan kearifan lokal pamali.

Implikasi Kearifan Lokal 

    Kearifan lokal yang berupa budaya pamali berhasil menjaga kelestarian hutan dan sumberdaya air di Kampung Kuta. Kearifan lokal ini merupakan suatu bentuk aplikasi konservasi hutan dan air. Masyarakat secara sadar melakukan pengelolaan hutan dan air dengan berlandaskan budaya pamali yang telah dilakukan secara turun-temurun. Keberhasilan Kampung Kuta dalam Melestarikan Budaya Pamali yaitu:

1. Melestarikan rumah adat dusun Kuta.
2. Melestarikan hutan lindung (Hutan Keramat) dan satwa yang ada di dalamnya.
3. Melestarikan sumber-sumber mata air melalui penanaman/pemeliharaan tanaman tahunan sekitar mata air. 4. Melestarikan kesenian setempat seperti Ronggeng Tayub, Terbang, dan Gondang Buhun.
5. Melestarikan upacara adat setempat yaitu Nyuguh, Hajat Bumi, dan Babarit.

    Keempat hal utama dalam budaya pamali kearifan lokal yaitu pelestarian rumah adat, pengaturan mengenai Hutan Keramat, pelarangan pembuatan sumur, dan pelarangan menguburkan mayat memiliki implikasi terhadap pelestarian sumberdaya alam.

    Kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyakat Kampung Kuta memberikan hasil dampak untuk kehidupan mereka. Keberhasilan tersebut telah membawa masyarakat Kampung Kuta memperoleh penghargaan Kalpataru Tingkat Nasional tahun 2002 yang penyerahannya dilaksanakan oleh Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juni 2002 di Bali. Manfaat yang dapat dirasakan dari keberhasilan masyarakat Kampung Kuta dalam melestarikan lingkungan dan budaya adat yang diturunkan dari leluhurnya yaitu:

1. Biaya pembuatan/perbaikan rumah lebih murah.
2. Menumbuhkan pola hidup sederhana.
3. Kerusakan lingkungan dapat ditekan/dikendalikan.
4. Lestarinya sumber-sumber mata air, meskipun musim kemarau airnya tetap tersedia.
5. Tumbuhnya sikap kebersamaan dan gotong royong.
6. Pekarangan rumah dan jalan selalu bersih.
7. Memiliki potensi hiburan tradisional khas Kampung Kuta.


sumber : http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/3%20Tia%20Oktaviani.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar