Rabu, 16 Januari 2013

Kearifan Lokal sebagai Fenomena Keilmuan

Analisis Metodologis: Analogi dengan Indigenous Psychology 

     Kearifan lokal merupakan usaha untuk menemukan kebenaran yang didasarkan pada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat tertentu. Definisi ini bisa jadi setara dengan definisi mengenai indigenous psychology yang didefinisikan sebagai usaha ilmiah mengenai tingkah-laku atau pikiran manusia yang asli (native) yang tidak ditransformasikan dari luar dan didesain untuk orang dalam budaya tersebut. Hasil akhir dari indigenous psychology adalah pengetahuan yang menggambarkan tentang kearifan lokal, yaitu gambaran mengenai sikap atau tingkah-laku yang mencerminkan budaya asli.

    Secara metodologis, pembentukan indigenous psychology masih meminjam metode-metode ilmiah yang lazim dipakai sampai saat ini dengan mengkontekstualisasikan teori-teori yang ada dengan kecenderungan-kecenderungan lokal yang berkembang. Pada tahap ini, operasionalisasi teori-teori yang ada dikembangkan atau dimodifikasi menurut karakter-karakter masyarakat dan kepentingan lokal. Hal ini penting dipahami karena ketika berbicara tentang keilmuan kita tidak bisa lepas dari teori-teori Barat yang secara faktual telah mengembangkan tradisi ilmiah lebih awal. Dengan demikian, sebagai usaha awal masih perlu untuk menggunakan teori-teori Barat sebagai pendekatan.

    Selanjutnya, titik berat metodologis penelitian tidak lagi kuantitatif murni, tetapi lebih mengarah pada penelitian kualitatif atau kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena basis teori belum dimiliki dalam khazanah kearifan lokal, maka melalui teori-teori Barat kemudian dilakukan pendalaman-pendalaman. Pendalaman ini mengacu dan mengikuti gerak dan kepentingan masyarakat setempat. Ciri pendalaman ini menjadi karakteristik utama dalam penelitian kualitatif. Melalui pendalaman-pendalaman dapat diangkat khazanah keilmuan dari kearifan-kearifan lokal yang berkembang dan bersifat ilmiah.

Analisis Aras Individual: Sistem Kognisi Kita 

     Untuk memahami bagaimana kearifan lokal berkembang dan tetap bertahan, maka perlu pemahaman dasar mengenai proses-proses kejiwaan yang membangun dan mempertahankannya. Proses-proses itu meliputi pemilihan perhatian (selective attention), penilaian (appraisal), pembentukan dan kategorisasi konsep (concept formation and categorization), atribusi-atribusi (attributions), emotion, dan memory. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses di atas sebagai berikut.

a. Selective Attention 

     Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti selalu berhadapan dengan banyak stimulus sehingga para ahli jiwa sepakat bahwa semua stimulus tidak mungkin untuk diproses. Oleh karena itu, individu dalam menghadapi banyaknya stimulus tersebut akan melakukan apa yang disebut sebagai selective attention. Selective attention merupakan proses tempat seseorang melakukan penyaringan terhadap stimulus yang dianggap sesuai atau yang mampu menyentuh perasaan. Oleh karena kapasitas sistem sensasi dan perseptual kita terbatas, maka harus belajar bagaimana caranya membatasi jumlah informasi yang kita terima dan diproses.

     Terkait dengan proses pembentukan kearifan lokal, maka proses pemilihan perhatian menyediakan mekanisme kejiwaan untuk membatasi informasi-informasi yang diterima dan diproses. Dalam kehidupan pesantren, terdapat banyak informasi-informasi ajaran-ajaran mengenai tata cara berperilaku santri yang berasal dari kitab-kitab kuning. Oleh karena kapasitas sistem sensasi dan perseptual kita terbatas, maka kita perlu membatasi informasi-informasi yang masuk dengan menetapkan beberapa informasi untuk kita terima, misalnya santri hanya memilih sikap tawadlu’, sederhana, ikhlas, patuh, dan sebagainya.

b. Appraisal 

     Beberapa stimulasi yang telah dipilih secara konstan akan dinilai. Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap stimulus yang dianggap memiliki arti bagi kehidupan seseorang dan yang mampu menimbulkan reaksi-reaksi emosional. Hasil penilaian ini adalah keputusan yang berupa respon-respon individu, yang oleh Lazarus disebut coping (penyesuaian). Proses ini relevan dengan ter-bentuk nya pengetahuan atau kearifan lokal karena pemilihan terhadap informasi yang masuk lebih menekankan pada pertimbangan berguna bagi kehidupan mereka.

     Terkait dengan pembentukan dan berkembangnya kearifan lokal ini, maka proses appraisal ini menyediakan sebuah mekanisme kejiwaan di mana kita secara aktif menilai informasi yang masuk dan kita proses hanya yang bermakna bagi kita. Misalnya dalam kehidupan pesantren, seorang santri menilai dari sekian ajaran tentang tingkah-laku, maka yang dianggap bermakna hanya kepatuhan dan kebersamaan.

c. Concept Formation and Categorization 

    Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang menghadapi stimulus yang banyak dan tidak mungkin diikuti semuanya. Semua orang, benda-benda, tempat-tempat, kejadian-kejadian, dan aktivitas yang kita alami tidak mungkin dapat diterima dan disajikan oleh pikiran kita dalam sebuah unit informasi yang bebas. Oleh karena itu, melalui mekanisme kejiwaan dibuat gambaran mental yang digunakan untuk menjelaskan benda-benda, tempat-tempat, kejidian-kejadian, dan aktivitas yang kita alami yang kemudian disebut konsep. Melalui konsep-konsep seseorang dapat mengevaluasi informasi-informasi, membuat keputusan-keputusan, dan bertindak berdasarkan konsep tersebut.

     Kategorisasi adalah proses tempat konsep-konsep psikologis dikelompokkan. Studi mengenai pembentukan kategori melibatkan pengujian bagaimana seseorang mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa, benda-benda, aktivitas-aktivitas ke dalam konsep-konsep. Pembentukan konsep dan kategorisasi memberikan cara untuk mengatur perbedaan dunia sekeliling kita menjadi sejumlah kategori-kategori tertentu. Kategori-kategori tersebut didasarkan pada sifat-sifat tertentu dan objek yang kita rasa atau serupa secara kejiwaan.

     Terkait dengan pembentukan dan berkembangan kearifan lokal, maka pada bagian pembentukan konsep dan kategorisasi ini menyediakan kepada kita cara-cara untuk mengorganisasikan perbedaan ajaran-ajaran tingkah-laku yang ada di sekitar kita ke dalam sejumlah kategori berdasarkan kepentingan tertentu. Misalnya kepatuhan adalah cara bertingkah-laku santri sebagai orang yang akan menuntut ilmu dengan seorang kiai dan kebersamaaan adalah cara bertingkah-laku santri sebagai orang yang hidup jauh dari orangtua dan merasa senasib seperjuangan.

d. Attributions 

     Satu karakteristik umum dari manusia adalah perasaan butuh untuk menerangkan sebab-sebab peristiwa dan perilaku yang terjadi. Attributions yang menjadi satu karakter diri yang menggambarkan proses mental untuk menghubungkan (membuat pertalaian) antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya atau satu perilaku dengan perilaku atau peristiwa lainnya. Attribution ini membantu kita untuk menyesuaikan informasi baru mengenai dunianya dan membantu mengatasi ketidaksesuaian antara cara baru dengan cara lama dalam memahami sesuatu.

     Terkait dengan pembentukan dan berkembangannya kearifan lokal, maka pada bagian attribution ini menyediakan fungsi-fungsi penting dalam kehidupan kita untuk mengorganisasikan informasi-informasi yang bermakna bagi kita secara kejiwaan dengan mengontrol antara intention (niat) dengan perilaku. Misalnya pilihan perilaku patuh santri itu penting bagi seorang yang sedang menuntut ilmu karena kepatuhan santri terhadap kiai akan berimplikasi pada kepatuhan santri terhadap ajaran-ajaran yang disampaikan kiai sehingga muncul kecenderungan (niat) untuk melaksanakan apapun yang diajarkan kiai.

e. Emotion 

     Emosi adalah motivator yang paling penting dari perilaku kita yang dapat mendorong seseorang untuk lari jika takut dan memukul jika sedang marah. Emosi adalah perangkat penting yang terbaca untuk memberitahu kepada kita cara untuk menginterpretasikan peristiwa dan situasi di sekeliling kita pada saat kita melihatnya.

     Terkait dengan pembentukan dan berkembangannya kearifan lokal, maka pada bagian emotion ini menyediakan kepada kita dorongan-dorongan untuk melakukan sesuatu sesuai kebutuhan kita. Misalnya apapun yang diajarkan kiai itu pasti baik dan membawa barokah (kebaikan) sehingga dapat mendorong santri selalu mengamalkan ajaran-ajaran kiai. Kebutuhan mendapatkan barokah dari kiai seolah menjadi motivator bagi santri untuk selalu patuh kepada kiai.

     Semua proses kejiwaan di atas, merupakan proses yang saling berinteraksi satu sama lain sehingga dapat digambarkan rangkaian kejiwaan pembentukan dan berkembanganya kepatuhan. Kepatuhan sebagai informasi umum menjadi informasi khusus, yaitu kepatuhan sebagai sistem motivator nilai dalam diri santri untuk melakukan aktivitas-aktivitas selama di pesantren. Kepatuhan sebagai bantuk kearifan lokal yang berlaku di pesantren dapat menjadi energi potensial untuk proses transfer dan internalisasi nilai-nilai keislaman melalui kiai sebagai model yang dipatuhi.

Analisis Aras Kelompok: Human Ecology Theory 

     Sebagaimana telah dikemukan di atas bahwa kearifan lokal mewujud dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang memiliki pemahaman yang sama mengenai sesuatu. Pemahaman bersama mengenai sesuatu itu terbentuk dari proses yang sama pula di mana mereka berinteraksi dalam lingkungan yang sama. Pemahaman yang sama mengenai sesuatu ini dapat terjadi karena pada dasarnya setiap lingkungan pasti memiliki setting tertentu mengenai hubungan-hubungan ideal kelompok mereka. Setting inilah sebenarnya yang menjadi ruh dari tingkah-laku masyarakat.

     Menurut teori human ecology terdapat hubungan timbal-balik antara lingkungan dengan tingkah-laku. Lingkungan dapat mempengaruhi tingkah-laku atau sebaliknya, tingkah-laku juga dapat mempengaruhi lingkungan. Penekanan teori ini adalah adanya setting dalam lingkungan. Lingkungan tersusun atas struktur-struktur yang saling mempengaruhi di mana dalam struktur-struktur tersebut terdapat setting-setting tertentu pula.

     Satu hal yang menarik dari teori ini adalah pengakuan adanya set tingkah-laku (behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor tersendiri dalam sebuah interaksi sosial. Set tingkah-laku yang dimaksud di sini adalah set tingkah-laku kelompok (bukan tingkah-laku individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu).Set tingkah-laku ini muncul sebagai respon dari kondisi lingkungan yang ada, misalnya dalam lingkungan pesantren telah disusun pola interaksi kiai/guru dan santri, kiai adalah model bagi santrinya dan santri harus mengikuti modelnya.

     Susunan pola interaksi di atas mampu memunculkan set tingkah-laku santri yang menjadikan kiai sebagai suri tauladannya sehingga segenap ucapannya harus dipatuhi. Jika ada salah seorang dalam kelompok itu tidak mengikuti set tingkah-laku yang ada, maka terganggulah lingkungan itu. Setiap orang akan membicarakan atau memarahi anak yang tidak mengikuti set tingkah-laku kelompok tersebut, bahkan anak itu bisa dikeluarkan dari pesantren. Dengan demikian, dengan menggunakan pendekatan teori human ecology dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal muncul sebagai reaksi kelompok terhadap lingkungannya sehingga terjadi keseimbangan hidup dalam kelompok tersebut.


http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-lokal.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar